BANGLI, UHN SUGRIWA – Diskusi panel terkait Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) Ke-21 tahun 2022 dilaksanakan di Universitas Hindu Negeri (UHN), I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar kampus pusat, Bangli, Rabu (2/11/2022). Sebelum acara dimulai, peserta dibuat terpukau oleh tarian Barong dan Pendet yang dipersembahkan oleh mahasiswa.
Kegiatan dibuka oleh Kepala Sub Direktorat Pengembangan Akademik Direktorat PTKI M. Adib Abdushomad mewakili Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI. Pada sambutannya, Adib Abdushomad merasa tersentuh atas pelaksanaan AICIS kali ini yang melibatkan pihak lintas agama. Kegiatan ini menurutnya sangat luar biasa sebagai salah satu implementasi kerukunan di tengah semangat moderasi beragama. ”Kita lanjutkan saja kedepan seperti ini, setuju?” ujarnya disambut persetujuan hadirin.
Disampaikan lebih lanjut, AICIS Ke-21 ini melibatkan PTKN sebagai cerminan bahwa melalui bidang akademik mampu merajut kebersamaan, kebangsaan, ke-Indonesia-an, dan kemanusiaan. AICIS di Bali juga menunjukkan bidang akademik relevan mengusung isu-isu inklusifisme, nilai-nilai toleransi, dan kajian-kajian berbagai agama untuk berkontribusi di dalamnya serta bermanfaat untuk kemanusiaan. ”Kami berterima kasih kepada Bapak Rektor UHN beserta jajaran yang telah menyiapkan acara ini,” imbuh Adib.
Gubernur Bali diwakili Asisten Sekda Provinsi Bali yang membidangi Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, I Gede Indra Dewa Putra, SE., MM dalam sambutannya juga mengapresiasi diskusi yang dilaksanakan. Pembangunan di daerah Bali menurutnya juga tidak lepas dari peran serta tokoh-tokoh agama dan seluruh umat yang berhasil mewujudkan kerukunan. Terlebih tahun 2022 ini ditetapkan sebagai Tahun Toleransi oleh pemerintah, gubernur mengajak seluruh elemen, khususnya para tokoh, akademisi, dan seluruh umat beragama untuk bersama-sama mewujudkan hal itu. ”Semoga kegiatan ini menghasilkan kesepakatan dan kebermanfaatan untuk kemajuan masyarakat dan kehidupan,” ujarnya.
Rektor UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, Prof. Dr.Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si pada kesempatan itu juga mengucapkan terima kasih kepada Menteri Agama RI yang telah mempercayakan UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar sebagai salah satu tuan rumah rangkaian kegiatan AICIS Ke-21. Hal ini adalah momentum yang sangat berharga bagi UHN Sugriwa dalam menunjukkan semangat moderasi beragama dan kampus kerukunan yang selama ini digaungkan.
Adapun Diskusi Panel bertema Local Wisdom For Religious Harmony : Lesson Learns From Best Practice in Bali ini, menghadirkan empat narasumber, yakni Ketua Umum Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN), Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si., CSEE; Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali, H. Mahrusun Hadyono; Pemuka Agama Katolik dari Gereja Santo Fransiskus Xaverius Kuta, Romo Evensius Dewantoro Boli Daton; dan Pemuka Agama Hindu, Ida Pedanda Gede Made Putra Kekeran. Selaku moderator, yakni dosen UHN Sugriwa, Dr. I Dewa Gede Rat Dwiyana Putra, M.Pd.
Best Practice atau praktik baik yang ada di Bali memiliki tiga inti, yakni dialog antar agama mengenai perayaan hari besar, silaturrahim dan saling membantu dalam kehidupan sehari-hari. Mahrusun Hadyono menyampaikan kerukunan adalah sesuatu yang dinamis dan perlu dirawat dengan sebaik-baiknya.
Romo Evensius Dewantoro Boli Faton, menuturkan para Romo termasuk dirinya, pernah diutus gereja untuk belajar studi Islam di Mesir. “Kami belajar untuk memahami saudara-saudara kita di Indonesia yang mayoritas adalah muslim. Tujuannya agar sekembalinya kami ke tanah air, kami dapat melakukan dialog keagamaan yang dapat memberikan gambaran bagaimana wajah agama yang akan kita tunjukkan di masa depan” tuturnya.
Ida Penanda Gede Made Putra Kekeran menerangkan bahwa dunia adalah sebuah keluarga (world is a family). “Truth (kebenaran) adalah sesuatu yang tidak bisa dipisah-pisah. Kita memang berbeda, tetapi kita juga tidak bisa terpisahkan” ujarnya.
Dalam perspektif Hindu, ia melanjutkan, beberapa sumber dari kebahagiaan adalah local wisdom atau kearifan lokal dan juga kebersamaan. Di Bali, kerjasama dan rasa persaudaraan sangatlah kental dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Misalnya ada istilah Nyama Slam (Islam). Nyama diartikan sebagai saudara.
Sementara Prof Mahmud, menegaskan bahwa sesungguhnya agama manapun moderat. Setiap agama mempunyai modal sosial yang cukup untuk membangun moderasi. ”Menyeret agama pada ekstrem, radikal, dan liberal, adalah membajak keoriginalan agama,” tegasnya seraya mengatakan moderasi adalah sesuatu yang perlu disongsong oleh para pemuka semua agama.
Usai diskusi panel dan santap siang, seluruh peserta AICIS mengunjungi Desa Wisata Penglipuran yang letaknya berdekatan dengan kampus UHN IGB Sugriwa. Di lokasi, peserta dijelaskan tentang kearifan budaya Bali yang terpelihara di desa setempat. Peserta juga berkesempatan mencicipi jajanan dan buah-buahan yang disajikan oleh penduduk setempat. Peserta pun terkesan dengan suasana yang nyaman, harmonis, klasik, dan bersih desa tersebut. Selain itu, peserta juga berkesempatan melihat dan memberi makan rusa yang ditangkar di kawasan kampus UHN I Gusti Bagus Sugriwa.(sas/nas)